Kamis, 05 Mei 2011

Jenis-jenis Gunung dan Tingkat Kesulitan Pendakiannya

Pada garis besar gunung terbagi menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak aktif. Berdasar bentuknya dibagi menjadi :
                     

1. Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) = seperti perisai
2. Gunung berapi strato
3. Gunung berapi maar = Gunung berapi yang meletus sekali dan segala aktivitas vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja.

Macam dan tingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung bersalju (es) dan gunung batu. Keduanya membutuhkan persiapan dan perlengkapan yang matang. Menurut Club “Mountaineers”, Seatle Washington, dasar pembagian tingkat pendakian ada dua cara.
1. Berdasar penggunaan alat teknis yang dipakai ( class)

class 1 ; lintas alam tanpa bantuan tangan
class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan
class 3 ; pendakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki, tali mungkin dibutuhkan oleh 
              pemula
class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman
class 5 ; dibutuhkan tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton, runner, chocks dll
class 6 ; mendaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak diatas paku tebing, memanjat
              rantai sling atau mengunakan stirupss

Pendakian class 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki dengan cara mempergunakan badan sebagai keseimbangan serta tangan untuk berpegangan dengan medan yang miring sampai 45 derajat] dan class 5 – 6 sudah dapat dikategorikan sebagai climbing [panjat]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan dengan tanpa menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai pengaman saja ] dan class 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan menggunakan alat tehnis sebagai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak atau disentak dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut rock climbing dan bila dilakukan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing .

2. Berdasar lama waktu akibat sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade)
  • grade I, bagian yang sukar dapat ditempuh dalam beberapa jam
  • grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam setengah hari
  • grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh
  • grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan bantuan lereng-lereng sempit untuk bisa naik
  • grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari
  • grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan dengan banyak sekali kesulitan
3. Berdasarkan tingkat keamanan pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan
  • A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan untuk menjaga keselamatan pendaki
  • A2 ;aman, jikapun terjadi masalah, alat masih dapat diandalkan untuk mencegah akibat yang lebih fatal [misalnya jatuh tidak sampai kedasar]
  • A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tidak dapat diandalkan untuk menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasangan yang sangat teliti dan fall-faktor yang tidak terlalu berbeban tinggi. Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat akan copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal
  • A4 ;pengaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan beban jatuh, cenderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki
4. Berdasarkan tingkat kesulitan [difficult] medan pendakian
 
Tingkatan pedakian dengan dasar perhitungan ini bisa disebut juga dengan Yossemite Decimal System [YDS]. Peng-katagorian berasal dari USA dan saat ini banyak digunakan untuk menentukan grade kesulitan panjat tebing. Oleh karena itu YDS dimulai dengan grade 5 dan seterusnya. Pengkategorian demikian biasanya digunakan untuk jenis pendakian free-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat bantu dan pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek]

Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah matematis penghitungan decimal, dimana misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu grade selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh]. Peng-angka-an ini menjadi “aneh” akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10, padahal dalam matematika sebaliknya.

YDS sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13 dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada grade melebihi 5.14.

Perkembangan keanehan peng-angka-an decimal ini menurut beberapa diskusi kegiatan pendakian dan panjat tebing akibat kesalahan memprediksikan kemampuan pendakian pada saat system YDS dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperkirakan kemampuan pendakian / panjat hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudian berkembangan kemampuan pendakian / pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bisa.

Bahkan saking sulitnya menentukan dengan hanya angka-angka decimal yang terbatas, seiring dengan banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan pemanjat, maka grade decimalpun ditambahkan dibelangkannya dengan alfhabet.

Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c

Memang sampai saat sekarang barangkali hanya ada beberapa jalur yang dibuat manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada jalur-jalur pendek.

Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • 5.8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh bagian tubuh yang ada untuk menambah ketinggian
  • 5.9 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari
  • 5.10 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja perlu keseimbangan [balance] yang baik
  • 5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat minim dan perlu keseimbangan. Jalur hang hampir bisa dipastikan memiliki grade demikian.
  • 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian. Dengan kondisi grip yang kecil di satu bagiannya atau paling tidak sama
  • 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian, itupun dengan grip yang sangat minim.
  • 5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat jalur pendakian/pemanjatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar