A. PENDAHULUAN
A.1 Latar Belakang
Ketahanan suatu negara merupakan hal yang penting dan menjadi tanggungjawab kita bersama selaku warga Indonesia. Namun demikian Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan kekuatan intinya. Sebagai kekuatan inti dalam sistim pertahanan negara maka TNI perlu meningkatkan ketangguhan dan kemandiriannya. Alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang telah dimiliki TNI ternyata masih lebih dari 50% tergantung produk dari luar negeri.
Kondisi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dilematis. Sebagai ujung tombak penjaga kedaulatan Negara, mereka dituntut untuk siap kapan saja untuk menghadapi ancaman apapun. Namun dari sisi peralatan dan kelengkapan, TNI serba kekurangan. Tidak hanya kekurangan kendaraan lapis baja, kapal perang, pesawat tempur, dan helikopter, TNI juga defisit rompi tahan peluru. Padahal di medan perang, baju tahan peluru sangat berguna untuk memberi rasa aman bagi prajurit. Yang menjadi masalah hingga kini baju tahan peluru masih harus diimpor. Untuk memproduksinya di dalam negeri masih sangat mahal karena butuh bahan baku utama, Kevlar atau Spectra.
Untuk memenuhi kebutuhan rompi tahan peluru tersebut maka kami selaku Mahasiswa Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin melakukan penelitian untuk manfaat limbah serat kokon ulat sutera untuk digunakan sebagai alternatif material rompi tahan peluru (Anti Balistik). Mengapa limbah serat kokon ulat sutera, karena serat kokon memiliki karakteristik kuat, dan ringan. Selain itu dapat diproduksi dengan investasi rendah, prosesnya mudah, tidak memerlukan alat khusus, tidak menyebabkan iritasi kulit dan ramah lingkungan. Hanya saja serat kokon juga memiliki kelemahan seperti ketahanan panas yang lebih rendah serta daya serap air tinggi dibandingkan Kevlar. Namun kekurangan ini dapat diperbaiki dengan menambahkan crosslink agent untuk membuatnya tahan panas sekaligus tahan terhadap kelembaban.
A.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Menghasilkan bahan rompi anti peluru dari bahan limbah kokon ulat sutra
b. Meningkatkan defisit kebutuhan rompi tahan peluru
c. Mengetahui keunggulan limbah serat kokon ulat sutera dibandingkan dengan bahan lainnya
B. TINJAUAN PUSTAKA
Rompi tahan peluru merupakan salah satu alat pendukung militer yang mempunyai peranan sangat penti dalam rangka tugas operasi di Bidang Pertahan Keamanan. Tanpa pemakaian rompi tahan peluru dimungkinkan mengurangi rasa percaya diri pemakai yang berakibat tugas operasi. Pada dasarnya rompi tahan peluru sangat dibutuhkan dalam rangka penumbuhan daya psikologis dan moral tempur, di samping rompi itu sendiri mampu berfungsi melindungi pemakai dari senjata tajam, pecahan granat, pukulan, benturan dan hantaman akibat tembakan senjata khususnya AK-47, SS1/FNC dengan amunisi kaliber 6.62 mm FMJ/AP dan 5.56 mm FMJ/AP.
Analisa kebijakan penggunaan rompi tahan peluru taktis dimaksud untuk mengatasi kekurangan yang ada pada rompi tahan peluru taktis sebelumnya. Seperti rompi level III yang kedudukan dan fungsinya telah digantikan dengan level IV, namun proses pencapaian yang tepat guna, praktis dan efisien masih memakan waktu panjang serta memerlukan rekayasa serta uji lapangan. Mengingat sampai saat ini pemakaian rompi taktis dirasa masih kurang ergonomis baik ditinjau dari aspek kemampuan, konstruksi, insani dan ekonomis.
Oleh karenanya perlu diupayakan dan dicarikan kebijakan spesifik untuk menciptakan rekayasa serta perwujudan prototipe baru yang lebih ergonomis bagi pasukan sehingga dapat menyelenggarakan fungsinya dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan Nasional serta Internasional.
Oleh karenanya perlu diupayakan dan dicarikan kebijakan spesifik untuk menciptakan rekayasa serta perwujudan prototipe baru yang lebih ergonomis bagi pasukan sehingga dapat menyelenggarakan fungsinya dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan Nasional serta Internasional.
Untuk menghindari terjadinya salah tafsir terhadap beberapa pokok pengertian utama, maka berikut ini dikemukakan terlebih dahulu beberapa konsep pokok. Rompi tahan peluru adalah Baju berupa rompi terbuat dari kain dilengkapi bahan penahan kejut (kevlar) didalamnya dan berfungsi sebagai penahan bacokan benda tajam, pecahan granat, tekanan/kejut dari pistol dan senjata laras panjang.
Rompi taktis adalah rompi yang berfungsi memberikan daya kebal bagi si pemakai terhadap serangan lawan yang bersenjata antara lain senapan, pecahan granat serta pecahan munisi kaliber besar didaerah serbuan/pertempuran.
Jenis rompi di lingkungan militer antara lain rompi taktis, Dakhura, Intel, WAL/VIP. Sedangkan kalau di kelompokkan menurut level/tipenya yaitu level I, II, III A sebagai rompi Intel, WAL/VIP, untuk level III dan level IV digolongkan sebagai rompi taktis.
Rompi taktis adalah rompi yang berfungsi memberikan daya kebal bagi si pemakai terhadap serangan lawan yang bersenjata antara lain senapan, pecahan granat serta pecahan munisi kaliber besar didaerah serbuan/pertempuran.
Jenis rompi di lingkungan militer antara lain rompi taktis, Dakhura, Intel, WAL/VIP. Sedangkan kalau di kelompokkan menurut level/tipenya yaitu level I, II, III A sebagai rompi Intel, WAL/VIP, untuk level III dan level IV digolongkan sebagai rompi taktis.
Salah satu komposit yang akan dikembangkan sebagai bahan rompi tahan peluru modern adalah limbah serat kokon ulat sutera. Mengapa limbah serat kokon ulat sutera, karena serat kokon memiliki karakteristik kuat, dan ringan. Selain itu dapat diproduksi dengan investasi rendah, prosesnya mudah, tidak memerlukan alat khusus, tidak menyebabkan iritasi kulit dan ramah lingkungan. Hanya saja serat kokon juga memiliki kelemahan seperti ketahanan panas yang lebih rendah serta daya serap air tinggi dibandingkan Kevlar. Namun kekurangan ini dapat diperbaiki dengan menambahkan crosslink agent untuk membuatnya tahan panas sekaligus tahan terhadap kelembaban. Baik buruknya kualitas kokon ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain jenis ulat sutera teknologi yang digunakan, kondisi lingkungan (temperatur dan kelembeban) dan penanganan pasca panen.
Dengan melihat karakteristik dari serat kokon, maka dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan rompi tahan peluru.
Penanganan Kokon
Kegiatan persuteraan alam merupakan salah satu upaya untuk mendukung rehabilitasi lahan dengan meningkatkan daya dukung lahan melalui budidaya tanaman murbei yang dikombinasikan dengan pemeliharaan ulat sutera dan penanganan pasca panennya. Manfaat penanaman tanaman murbei pada persuteraan alam selain merehabilitasi lahan juga memberikan tambahan pendapatan yang relative cepat menyediakan lapangan pekerjaan dan usaha masyarakat sekitar hutan serta optimalisasi lahan.
Bidang usaha persuteraan alam terbagi dalam dua segmen kegiatan usaha, yaitu produksi bahan mentah dalam hal ini kokon yang disebut industri hulu dan segmen produksi pengelolaan bahan mentah menjadi bahan baku industri dalam hal ini benang sutera dan pengelolaan bahan baku (benang sutera) menjadi hasil jadi kain sutera yang disebut industri hilir.
Kokon merupakan hasil pemeliharaan ulat sutera (Bombyx mori L), dibentuk dari serat sutera yang dikeluarkan oleh ulat instar V akhir atau ulat dewasa, terdiri dari fibrion (zat sutera) yang kemudian membentuk filament. Filament tersebut dibalut oleh serisin (zat perekat) bila terkena udara firion dan serisin akan mengeras.
Sebelum mengeluarkan serat ulat sutera tersebut melewati proses pertumbuhan yang terbagi ke dalam lima instar. Ketika melewati instar I-III, ulat tersebut membutuhkan waktu makan selama tiga hari dan tidur dua hari. Menginjak instar IV, ulat sutera membutuhkan waktu selama empat hari makan dan dua hari masa tidur. Setelah itu memasuki instar V atau memasuki ulat dewasa. Setelah melewati proses perawatan delapan hari disaat desawa ulat sutera mulai mengeluarkan serat dan membentuk sebuah kepompong atau disebut dengan kokon dengan bagian ulatnya ada di dalam kepompong tersebut.
Proses pembuatan kepompong sampai bulat selama dua hari satu malam, dari delapan hari masa instar V yang mencapai usia 29 hari. Tapi, ulat yang ada di dalam kepompong dipisahkan dalam sebuah temapat yang dinamakan seri print tersebut masih hidup di dalamnya. Dari kepompong tersebut akan keluar kupu-kupu, sedangkan kokonnya dipanen dan langsung direbus untuk mengeluarkan serat. Karena pada bagian kokon tersebut ada sebuah perekat.
Setelah direbus selama 5-10 menit, pada bagian kokon terdapat sebuah ujung serat yang bisa ditarik untuk dibentuk menjadi benang. Setiap satu kokon/rumah ulat tersebut bias menghasilkan benang sedikitnya sepanjang 1600 meter.
Sutra mentah tersusun oleh 76% protein fibroin (serat), 22% protein serisin (perekat), 1,5% lilin dan 0,5 % garam- garam mineral. Serisin adalah protein yang melindungi serat dari kerusakan namun pada proses penyempurnaan serat sutra protein ini dihilangkan dengan pemasakan. Fibroin merupakan protein yang menjadi bagian utama dari serat. Filamen sutera mentah terdiri atas dua serat fibroin yang terbungkus di dalam serisin.
Kualitas kokon merupakan salah satu faktor penentu untuk menghasilkan benang sutera yang baik disamping alat pemintalan, kualitas air yang digunakan dan keterampilan tenaga yang mengenai alat pemintalan tersebut. Penanganan kokon merupakan kegiatan yang harus diperhatikan, agar pemeliharan ulat yang dilakukan dapat menghasilkan kokon baik, kesalahan mutu benang sutera, sehingga hasil yang diterima akan berkurang.
Bahan Komposit
Istilah komposit memberikan suatu pengertian yang sangat luas dan berbeda-beda mengikuti situasi perkembangan bahan itu sendiri. Gabungan dua atau lebih bahan merupakan suatu konsep yang diperkenalkan untuk menerangkan defenisi komposit (Hendra S Ginting, 2002). Struktur komposit menjanjikan keuntungan khusus, selain kekuatan, juga mempunyai nilai ekonomi dan ketahanan korosi. Sejarah perkembangan teknologi komposit mencatat berbagai temuan yang bersifat inovatif, bahkan ide yang menakjubkan. Akhirnya pada skala yang lebih halus, kita mempertimbangkan penerapan prinsip komposit terhadap konstituan mikro struktur (nanokomposit). Di sini digunakan model mekanika yang relatif sederhana tetapi cukup memadai untuk memperkenalkan kaidah dasar untuk desain dan menjelaskan komposit (Smallman & Bishop 2000).
Dalam bidang rekayasa di mana kekuatan mekanik dan kekakuan merupakan persyaratan utama, istilah “komposit” dikaitkan dengan bahan yang mengkombinasi fasa matriks dengan campuran filament yang berfungsi sebagai fasa penguat (penguatan). Komposit dikembangkan dari gagasan yang sederhana dan praktis di mana dua atau lebih bahan homogen dengan sifat yang sangat berbeda digabungkan. Keuntungan bahan komposit adalah mempunyai kualitas baik dengan sifat-sifat bahan yang diperbaiki sebagai berikut: (Smallman & Bishop 2000)
- Kekuatan 5. Konduktifitas panas
- Kekakuan 6. Sifat temperatur
- Kekuatan Fatik 7. Ketahanan aus
- Berat 8. Ketahanan korosi
Pada umumnya tidak semua sifat bahan di atas dapat dikembangkan pada waktu yang bersamaan pada satu bahan, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan penggunaannya. Namun yang perlu diperhatikan pada komposit yang diperkuat agar dapat membentuk produk yang efektif adalah: (Smallman & Bishop 2000).
a. Komponen penguat harus memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada komponen matriksnya.
b. Harus ada ikatan permukaan yang kuat antara komponen penguat dengan matriksnya.
Serat
Seperti yang telah diketahui bahwa performa suatu bahan komposit ditentukan tidak hanya melalui sifat kimia secara konstituen tetapi juga melalui karakteristik geometriknya seperti panjang serat, diameter, bentuk dan orientasinya. Sebagai contoh serat yang diorientasikan dalam satu arah dan searah dengan beban sangat proporsional untuk kinerja suatu serat tersebut dengan orientasi volume dalam arahnya.Berikut ini beberapa tipe umum orientasi sebaran serat dalam suatu bahan komposit :
Kekuatan komposit sebenarnya ada pada seratnya. Daya rekat suatu serat justru meningkat bila diameter mengecil, misalnya kekuatan tariknya, juga modulusnya. Serat seperti silika, alumina, aluminium silika, titania, zirkonia, boron, boron karbida, silikon karbida, silikon nitrida, dipakai pada komposit dengan media matriks berupa polimer, logam, keramik juga termasuk jenis keramik yang sama dengan seratnya. (Hartomo Anton J, 1992).
Tiap serat mempunyai kemampuan tersendiri sehingga dalam pembuatan komposit sangat penting untuk memperhatikan spesifikasi dari serat tersebut untuk menyesuaikan dengan perlakuan yang diberikan. Umumnya bahan serat mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari pada bahan matriksnya. Fungsi serat adalah sebagai penguat pada suatu bahan.
Beberapa karakter sutera yang penting untuk penilaian kualitasnya, antara lain adalah karakter kokon dan karakter seratnya. Berat kokon merupakan karakter kokon yang paling penting secara komersial. Hal ini ini disebabkan karena penjualan kokon di pasaran berdasarkan beratnya. Oleh karena itu semakin berat kokon yang dihasilkan maka semakin bagus (Lee, 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran berat kokon adalah 5,849 + 0,378 gram.
Karakter serat yang digunakan dalam menilai kualitas sutera antara lain adalah kekuatan serat dan daya serap terhadap kelembaban. Kekuatan serat dan daya serap terhadap kelembaban merupakan parameter penting dalam penilaian karakter dan kenampakan serat secara fungsional, seperti: pemeliharaan, kenyamanan dan penanganannya. (Prachayawarakorn and Klairatsamee, 2005).
Nilai daya serap terhadap kelembaban berkisar antara 20,214 + 0,618 %. Menurut Lee (1999) serat sutera dapat menyerap kelembaban sekitar 20%. Hal ini dapat menyebabkan kain yang dibuat dengan bahan ini cenderung sejuk bila dipakai, sehingga relatif baik dari sisi kenyamanan.
Kekuatan tarik serat mengindikasikan besarnya kekuatan serat yang dapat mendukung sebelum putus. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan tarik serat sebesar 14,444 + 5,270 gram. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kekuatan tarik serat cukup bagus karena nilai kisaran kekuatan tarik serat antara 2,6 – 4,8 gram (Lee, 1999).
Kekuatan mulur serat didefinisikan sebagai panjangnya serat yang dapat mulur sebelum putus. Kekuatan mulur serat sebesar 2,184 + 2,168 %. Hal ini menunjukkan kekuatan mulur serat cenderung rendah jika dibandingkan dengan karakter serat yang bagus dengan nilai lebih besar dari 18 % (Lee, 1999).
Hasil tersebut di atas yang menunjukkan tingginya kekuatan tarik serat dan rendahnya kekuatan mulur serat kemungkinan disebabkan pada saat pengukuran kondisi serat sangat kering. Menurut Lee (1999) faktor yang berperngaruh terhadap kekuatan serat serat adalah kelembaban. Semakin besar kelembaban semakin besar pula kekuatan mulur serat dan sebaliknya. Namun hal ini berlawanan untuk kekuatan tarik serat, semakin besar kelembaban akan cenderung menurunkan kekuatan tarik.
Prinsip Kerja Rompi Tahan Peluru
Rompi ini melindungi pemakainya dengan prinsip mengurangi sebanyak mungkin lontaran energi kinetik Peluru sebelum berpenetrasi ke dalam tubuh dengan cara menggunakan lapisan-lapisan serat. Namun pemakai tetap akan merasakan energi kinetik dari peluru, hal ini dapat menyebatkan luka memar bengkak atau luka dalam yang cukup serius.
Prinsip kerjanya adalah dengan mengurangi sebanyak mungkin lontaran energi kinetik peluru, dengan cara menggunakan lapisan-lapisan kevlar untuk menyerap energi laju tersebut dan memecahnya kepenampang baju yang luas, sehingga energi tersebut tidak cukup lagi untuk membuat peluru dapat menembus baju.
Dalam menyerap laju energi peluru, rompi mengalami deformasi yang menekan ke arah dalam (shock wave), tekanan kedalam ini akan diteruskan sehingga mengenai tubuh pengguna. Batas maksimal penekanan kedalam tidak boleh lebih dari 4,4 cm (44 mm). Jika batasan tersebut dilewati, maka pengguna baju akan mengalami luka dalam (internal organs injuries), yang tentunya akan membahayakan keselamatan jiwa.
C. DESKRIPSI KARYA CIPTA
C.1 Prosedur dan Proses Kerja
Alat dan Bahan yang digunakan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
· Mesin Pemintal
· Mesin Tenun
· Mesin uji tarik universal
· senapan angin kaliber terbesar
· Limbah kokon ulat sutra
· bahan perekat yang berasal dari getah alami dan polimer.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian yang kami lakukan meliputi berbagai 4 tahap yaitu:
a. Pemintalan
Pada proses pemintalan ini dilakukan pengumpulan bahan seperti kokon yang sebelumnya telah direbus selama 5-10 menit, pada bagian kokon terdapat sebuah ujung serat yang dapat ditarik.
Pemintalan serat dilakukan dengan menggunakan mesin pemintal khusus untuk mengulur serat, kemudian serat tersebut dipintal atau digulung hingga menjadi benang yang panjang.
b. Penenunan
Setelah dilakukan pemintalan, benang yang telah dihasilkan mulai ditenun. Proses ini terdiri dari beberapa tahap, seperti reeling (memindahkan benang dari kumputan), pengisian benang pakan, dan mempersiapkan benang lungsin pada perkakas tenun. Proses penenunan ini merupakan tahapan utama dalam industri tekstil.
Untuk melakukannya dibutuhkan perkakas tenun. Dalam proses ini prinsip dasarnya adalah menganyam seberkas filamen atau benang (dikenal dengan lungsin, length-wise warp, kadang disebut juga benang lusi), dengan berkas lain (pakan, cross-wife weft). Perkakas tenun menahan ujung-ujung benang lungsin yang membujur, sementara benang pakan yang melintang menyelusup diantaranya.
c. Pembuatan Lapisan Tahan Peluru
Setelah proses penenunan pada benang terbentuklah lembaran-lembaran kain. Sesuai dengan pola yang telah dibuat sebelumnya dalam bentuk 2 dimensi, maka dilakukanlah proses pemotongan pada kain. Namun proses pemotongan ini harus dilakukan dengan memperhatikan arah serat pada kain. Dimana setiap potongan lembaran memiliki arah serat yang berbeda. Sehingga pada saat potongan lembaran disatukan dengan menggunakan elastomer menimbulkan susunan lembaran-lembaran yang arah seratnya berbeda-beda dimana hal ini memberikan efek ketahanan yang tinggi. Adapun arah serat yang diterapkan pada tiap lembaran-lembaran yaitu, horizontal, vertikal, dan diagonal.
d. Metode Pengujian
Penelitian yang dilakukan meliputi pengujian :
· Kekuatan tarik serat
· Kekuatan sobek bahan rompi
· Kekuatan menahan tembakan senapan angin dengan variasi ukuran peluru dan jarak tembak (5, 10, 15 dan 20 meter)
Hasil penilitian yang diharapkan
Berdasarkan hasil peneltian terhadap serat kokon ulat sutera dalam pembuatan rompi tahan peluru nantinya dapat diuraikan beberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Aspek kemampuan
Serat kokon ulat sutera memiliki kekuatan sebanding dengan seutas kawat baja serta deformasi elastis yang sangat tinggi. Dengan sistem lapisan arah serat yang berbeda juga memberikan kekuatan tarik yang tinggi. Penggunaan elastomer sebagai perekat diantara lapisan serat juga memberikan efek elastis pada rompi tahan peluru.
2. Aspek konstruksi
Dapat didisain bahan rompi tahan peluru yang ringan dan memenuhi standar Departemen Pertahanan dan Keamanan.
3. Aspek insani
Dengan menggunakan serat kokon ulat sutera sebagai bahan pembuatan rompi tahan peluru memberikan rasa nyaman si pemakai, ringan, enak dipakai dan tidak mengganggu gerakan. Dengan menambahkan crosslink agent serat yang digunakan dapat tahan terhadap segala cuaca dan tidak mudah sobek.
4. Aspek ekonomis
Menggunakan serat kokon ulat sutera sangat membantu karena investasinya rendah, dan prosesnya mudah dan tidak memerlukan alat khusus.repost from : http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=5628108015449679077&postID=4427903269611220142
Tidak ada komentar:
Posting Komentar