Semeru satu kata yang saya kenal sejak kelas 5 SD, selama 11 tahun ini nama gunung itu telah merasuk dan membujuk hingga menjadi ambisi serta cita-cita untuk menapakan jejak kaki saya di puncaknya, memang di Indonesia banyak puncak gunung yang lebih tinggi dibandingkan dengan Mahameru namun ketertarikan saya untuk mengunjungi puncaknya dikarenakan ke-sakral-an dan nilai historis yang dimiliki oleh gunung ini, konon Mahameru adalah singgasana para dewa tapi keinginan kuat yang membawa langkah kaki saya ke sana adalah karena di puncaknya merupakan tempat hembusan nafas terakhir tokoh favorit hidup saya Soe Hok Gie....
Minggu, 04 September 2011
Akhirnya hari yang selalu saya nantikan selama setengah dari usia saya tiba juga, setelah beberapa kali mengalami kegagalan pemberangkatan dan mungkin saya dianggap pembual ha..ha..ha.... namun cobaan tak berhenti di hari ini, dimulai dari kami ( saya dan Andi ) yang kehabisan tiket kereta api menuju kota Malang hingga terpaksa kami harus ke Jakarta dulu, untung sahabat kami bang Nomo bisa memesan 3 tiket KA MATARMAJA (singk. dari MAlang bliTAR MAdiun JAkarta), singkat cerita saya dan Andi berangkat dari Bandung sekitar pukul 08.00 WIB menggunakan bus ekonomi Primajasa tujuan Bekasi untuk bertemu dengan Bang Nomo di Stasiun Bekasi. Tepat pukul 11.30 kami akhirnya bertemu dengan Bang Nomo, setelah ngobrol-ngobrol santai selanjutnya kami meneruskan perjalanan menuju stasiun Pasar Senen dengan menggunakan KRL, setibanya di Stasiun Ps. Senen kami bertiga langsung mencari rangkaian gerbong kereta MATARMAJA dengan tujuan untuk mendapatkan tempat duduk namun betapa kagetnya kami karena kereta telah penuh terisi padahal jadwal keberangkatan masih 2 jam lagi hahahha, ya kami seperti rakyat kecil lainnya selalu memaklumi situasi seperti ini dikarenakan MATARMAJA adalah kereta kelas ekonomi dengan tarif maksimal 51.000 rupiah dimana sisi kenyamanan mungkin dikesampingkan atau mungkin "dihilangkan" hehhehe tapi dalam hati kecil saya masih memberikan penghargaan kepada PT. KAI yang mulai berbenah dengan membatasi jumlah penumpang sebanyak 150 orang per gerbong sehingga gerbong tidak terlalu sesak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami bertiga beruntung karena masih mendapatkan tempat duduk, walaupun Bang Nomo tidak duduk bareng saya dan Andi, kami harus menunggu 2 jam sampai kereta berangkat akhirnya saya mengambil inisiatif untuk membeli air mineral, begitu saya keluar gerbong saya melihat sekelompok orang yang membawa carriel dan perlengkapan pendakian lainnya hati saya pun sedikit senang karena berpikir ternyata bukan kami saja yang akan mendaki semeru namun sayangnya kami tak sempat ngobrol karena mereka beda gerbong, setelah membeli air mineral saya pun duduk kembali di tempat duduk dan baru tersadar jika saya belum makan sejak berangkat dari Bandung pantas saja kepala terasa pusing dan tubuh lunglai untungnya ada pedagang asongan yang menawarkan nasi bungkus ala kereta :), saya pun dengan lahap makan nasi itu dengan lauk ala kadarnya begitu pun dengan Andi dan Bang Nomo.
Ketika sedang asik sarapan siang tiba-tiba saya dikagetkan dengan seorang Bapak yang marah-marah karena tidak kebagian tempat duduk dengan keegoisan yang saya miliki saya mengacuhkan ocehan yang diucapkan dari si Bapak sambil melanjutkan sarapan siang yang sedang saya nikmati. Dilema pun kembali terjadi di menit-menit terakhir pemberangkatan kereta ketika seorang nenek dan tiga cucu remajanya tujuan Malang memasuki gerbong kami, saya dan Andi hanya saling memandang mungkin kami berpikiran sama untuk memberikan kursi yang kami duduki untuk Nenek tersebut namun sepertinya setan berbisik "udah lw duduk aj perjalanan lw kan masih 18 jam lgi, lgian msih ada tmpat duduk kosong di Nomo di depan bangku lw..." memang ada bangku kosong didepan kami tapi katanya udah di booking oleh saudara penumpang yang akan naik dari Jatinegara untungnya Bang Nomo punya inisiatif untuk membujuk penumpang yang saudaranya dari Jatinegara akhirnya si Nenek bisa duduk juga sementara tiga cucunya selonjoran di lantai gerbong.
Tepat pukul 14.00 WIB MATARMAJA perlahan meninggalkan Stasiun Ps, Senen dan saya mulai membuka obrolan dengan penumpang yang duduk bareng saya seorang Bapak yang akan turun di Solo, obrolan terasa membosankan karena hanya terjadi satu arah saja si Bapak tidak memberikan kesempatan kepada kami untuk bercerita sehingga kami hanya jadi pendengar setia saja hhahahahah mana si Bapak so tau pake ngeramal segala, saya cuma jawab iya setiap tebakan hehhehe dengan senyuman asam tapi kayanya ada yang betul dari ramalan si Bapak, katanya saya harus menjaga paru-paru saya, ya tentunya dengan kebiasaan buruk merokok saya maka saya percaya ucapan si Bapak tapi yang lainnya saya tidak percaya karena kesuksesan tidak datang begitu saja hohohoho.
Setelah ngobrol selama satu setengah jam mungkin si Bapak mulai terasa lelah dan intensitas obrolan kami berkurang, kereta pun baru memasuki stasiun Cikampek, di Stasiun ini lah jalur utara dan jalur selatan terpisah. Saya menyalakan sebatang rokok karena paru-paru telah meminta jatah nikotin yang telah melekat di dinding paru-paru saya, sempat terlintas dalam pikiran saya beberapa penggalan cerita di dalam novel 5 cm serta sebuah ketakutan gagal mencapai puncak MAHAMERU namun ketakutan itu saya tepis dengan tekad yang selama ini membara dalam jiwa saya, sementara itu saya menegok ke depan melihat Bang Nomo yang terlelap dalam tidurnya dan Andi yang sibuk ber-SMS dengan HP-nya ohhh sebuah situasi yang lumrah untuk pemuda yang sedang beranjak menuju kedewasaan.
Tak terasa karena ketiduran saya terbangun dan menyadari jika kereta telah memasuki stasiun Cirebon pukul 17.30 WIB, di sini kereta lumayan berhenti cukup lama, Andi membeli air mineral untuk persiapan menghadapi malam kereta pun mulai melaju kembali dan saya melihat sebuah carriel berada di samping saya, entah siapa pemilik carriel ini karena saya hanya melihat cucu dari Nenek yang naik bareng dari stasiun Ps. Senen namun perhatian saya tiba-tiba tertuju pada seorang pemuda yang tidak bisa diam berjalan ke sana kemari dengan sebatang rokok dihisapnya, saya kira pedagang asongan tapi dia tidak membawa barang dagangan hohoho ouh ternyata dia bolak-balik untuk memeriksa carriel itu, dengan sikap hyperaktif nya saya merasa kurang nyaman hhehehehhe selain bolak-balik terus dia ga pernah lepas dari hisapan rokoknya, abis satu batang dia sambung ke batang rokok lainnya, ahh tapi saya acuhkan saja yang penting dia tidak membahayakan keselamatan tim kami. Rasa pegal pun mulai melanda karena duduk terlalu lama akhirnya saya memutuskan untuk memberikan tempat duduk saya ke cucu laki-laki Nenek yang naik bareng dari stasiun Senen, dengan sangat sopan dia meminta ijin untuk mempati bangku saya dan saya memilih untuk jongkok di lantai gerbong, akhirnya kami ngobrol kalau dia sedang mengantarkan saudara perempuannya berkuliah di Malang, ketika kami sedang ngobrol datanglah pemilik carriel dengan satu temannya, seperti biasa kebudayaan para pendaki lainnya kami pun ngobrol "ngalor-ngidul" akhirnya saya tahu kalau si pemilik carriel akan backpacker di daerah Semarang sementara teman yang dibawanya adalah baru kenalan juga dan asli orang Malang, kami pun berbincang-bincang dan bercanda, ternyata mereka sangat baik menawarkan cemilan yang mereka bawa, layaknya sahabat yang telah lama tidak bertemu kami terlibat dalam perbincangan yang sangat akrab, namun sayang karena keasyikan ngobrol saya tidak sempat menanyakan nama pemilik carriel hingga dia harus turun di Semarang poncol pada pukul 22.30 WIB, dan begitu dia mau turun dia memberikan satu keler penuh kue lebaran hahahha katanya lumayan buat bekal kami selama perjalanan.
SENIN, 05 SEPTEMBER 2011
Tak terasa kereta api telah memasuki stasiun Jebres, Solo dan si Bapak yang meramal saya turun di sini dengan sigap saya langsung menduduki bangku yang beliau tinggalkan, kapasitas bangku yang seharusnya dua orang saya dan Andi jadikan tiga untuk memberikan kesempatan duduk kepada Heru (orang Malang itu), karena lelah kami pun tertidur lelap dan terbangun di stasiun Madiun sekitar pukul 03.00 WIB suasana gerbong terasa sepi karena rata-rata penumpang lainnya tertidur juga, pukul 03.50 kami telah berada di stasiun Nganjuk kereta pun terus melaju kencang dan membawa kami semakain dekat dengan puncak tertinggi di pulau jawa ini satu jam kemudian tepatnya pukul 05.00 kami telah sampai stasiun Kediri, rasa bosan menyerang saya, ingin rasanya untuk segera melangkahkan kaki ini.
Matahari pun mulai bersinar menggantikan gelapnya malam dan saya mendapatkan sebuah SMS dari Hadi "Bolang" kalau dia sedang menuju arah Blitar dari Malang karena dia juga baru turun dari Mahameru untuk kali kedua, suasana gerbong pun mulai terasa ramai dengan para pedagang yang menawarkan barang dagangannya para penumpang sebagian mengantri di depan pintu kamar mandi yang berbau kurang sedap itu, saya hanya SMS Bolang untuk menanyakan keadaan Semeru dan administrasi pendaftaran seperti apa, akhirnya kami sampai di stasiun Blitar pukul 06.15 WIB, saya terpana melihat pemandangan dari jendela terlihat hamparan sawah serta rumah-rumah penduduk yang tersirat sebuah kesederhanaan, saya sungguh terpukau dengan keberagaman ini dan itu membuat saya semakin bangga menjadi warga Negara Indonesia. Tiba-tiba kereta terhenti yang membuat saya aneh kenapa tidak ada stasiun ternyata kereta harus menunggu untuk memasuki sebuah stasiun kecil dan pada saat itu kereta kami berpapasan dengan kereta api yang Bolang tumpangi, dengan nada mengejek saya SMS Bolang karena kereta yang dia tumpangi kereta kami tertahan cukup lama haha...hhahaa. Bang Nomo bangun dari tempat duduknya untuk memeriksa keadaan sekitar lalu saya "nyeletuk"..."tumben lw bangun, kirain dah matee hahhaah...hahah"...abis selama perjalanan dia cuma tidur dan ini sebenarnya pertanda kalau dia kelelahan karena sehari sebelum berangkat dia sudah mudik dari Jogja.
Pukul 09.00 WIB alhamdulillah kami sampai di stasiun Malang dengan muka lusuh kami tinggalkan gerbong kereta yang selama 19 jam menampung kami hingga di kota ini, akhirnya setelah pamit dengan Heru kami bertiga kebingungan mencari pintu keluar, rasa lapar yang sudah menyerang membuat kami segera mencari makanan hangat, di dalam stasiun kami bertemu dengan rombongan pendaki dari jakarta kami saling bersapa dan berkenalan, kami keluar dari stasiun dan makan bersama di sebuah warung nasi rawon.
Pukul 09.00 WIB alhamdulillah kami sampai di stasiun Malang dengan muka lusuh kami tinggalkan gerbong kereta yang selama 19 jam menampung kami hingga di kota ini, akhirnya setelah pamit dengan Heru kami bertiga kebingungan mencari pintu keluar, rasa lapar yang sudah menyerang membuat kami segera mencari makanan hangat, di dalam stasiun kami bertemu dengan rombongan pendaki dari jakarta kami saling bersapa dan berkenalan, kami keluar dari stasiun dan makan bersama di sebuah warung nasi rawon.
Rawon di warung ini mantapzzz banget mengisi kekosongan perut kami selain murah juga keramahan pemilik warung yang membuat saya bersimpati kepadanya. Setelah beres makan kami semua carter angkot untuk meneruskan perjalan menuju pasar tumpang, sebagai tips untuk pembaca, saya sarankan untuk carter angkot ke Tumpang karena kalau "ngeteng" lumayan ribet karena harus naik berpindah angkot lainnya di terminal Arjosari walaupun ongkos lebih mahal dua ribu rupiah tapi kami bisa lebih cepat dan nyaman, dengan ongkos sepuluh ribu rupiah per orang kami berangkat menuju pasar tumpang
Kami pun mulai meninggalkan stasiun Malng sepanjang perjalan menuju Pasar Tumpang seperti biasanya kami berbincang dan bercanda lumrahnya para pendaki, perjalan ini memerlukan waktu satu jam, pukul 11.00 WIB kami sampai di PUSKESMAS Pasar Tumpang kami membuat surat keterangan sehat sebagai salah satu syarat pendaftaran, setelah satu persatu diperiksa oleh dokter yang bertugas di sana kami sudah ditunggu oleh sebuah truck yang telah sepakat untuk mengantar kami menuju Ranu Pani dengan ongkos sebesar tiga puluh ribu rupiah, sebelum menuju pos pendaftaran tak lupa kami melengkapi perbekalan di Pasar Tumpang, lumayan cukup lama kami berbelanja hingga pukul 12.00 WIB baru selesai dan Bapak Sopir pun mengantarkan kami menuju pos pendaftaran.
Kami pun mulai meninggalkan stasiun Malng sepanjang perjalan menuju Pasar Tumpang seperti biasanya kami berbincang dan bercanda lumrahnya para pendaki, perjalan ini memerlukan waktu satu jam, pukul 11.00 WIB kami sampai di PUSKESMAS Pasar Tumpang kami membuat surat keterangan sehat sebagai salah satu syarat pendaftaran, setelah satu persatu diperiksa oleh dokter yang bertugas di sana kami sudah ditunggu oleh sebuah truck yang telah sepakat untuk mengantar kami menuju Ranu Pani dengan ongkos sebesar tiga puluh ribu rupiah, sebelum menuju pos pendaftaran tak lupa kami melengkapi perbekalan di Pasar Tumpang, lumayan cukup lama kami berbelanja hingga pukul 12.00 WIB baru selesai dan Bapak Sopir pun mengantarkan kami menuju pos pendaftaran.
Hal yang tidak diinginkan terjadi ketika kami melakukan registrasi, kami tidak tahu jika surat keterangan sehat harus di fotocopy 2 lembar, akhirnya kami terpaksa kembali ke PUSKESMAS Pasar Tumpang untuk mem-fotocopy waktu pun kembali terbuang sia-sia, selesai fotocopy di Puskesmas Tumpang akhirnya proses registrasi bisa dimulai dengan harga tiket per-orang Rp.7000 kami melanjutkan perjalanan, jalan beraspal mulai terasa menanjak serta kebun-kebun apel mulai terlihat menghiasi pemandangan, setelah lepas dari pemukiman warga jalan aspal semakin menanjak disertai jurang-jurang yang sangat dalam, hati saya miris dan takjub melihat pemandangan ini seandainya supir truck yang mengantar kami masih amatir tentunya tujuan kami akan berubah dari puncak semeru menuju tempat yang sangat tinggi lagi (akhirat hehehhe), gambaran singkat dari jalan yang kami lalui ini adalah naek ke gunung Burangrang tapi naik mobil bisa dibayangkan seperti apa tanjakan ditambah tikungan yang berbentuk huruf V , setelah sekitar 1 jam berlalu kami mulai memasuki daerah suku Tengger tampak di sisi kiri kanan kebun sayur mayur yang subur, udara mulai terasa dingin hingga menusuk kulit tapi semangat kami semakin membara untuk segera berpetualang di tanah para Dewa.
Pukul 16.17 WIB kami tiba juga di Pos pendaftaran Ranu Pane hawa dingin semakin merasuk di sini kepala saya terasa sedikit sakit dan perut saya juga terasa mual mungkin dikarenakan letak Ranu Pane diatas ketinggian 2000mdpl, bang Nomo langsung melapor kepada petugas yang berjaga di Pos penjagaan, perut saya kembali lapar saya pun kembali memesan nasi rawon di salah satu warung yang ada di Ranu Pane, selesai makan saya, Andi dan bang Nomo mulai orientasi medan untuk mencari jalur pendakian, setelah bertanya-tanya kepada pendaki yang baru turun akhirnya kami tahu jalur awal yang harus kami lalui.
Pukul 17.00 WIB kami berpamitan dengan rombongan dari jakarta yang bareng dari stasiun Malang , kami bertiga melanjutkan perjalanan untuk bermalam di Ranu Kumbolo walaupun kami sempat mendengar rumor bahwa tidak boleh melakukan pendakian lewat dari 17.00WIB tapi dengan diam-diam kami meninggalkan Ranu Pane, selepas dari Tugu arah Lumajang kami belok kanan, disambut dengan debu yang cukup tinggi dari permukaan kami memasuki hutan pinus dengan kondisi jalan yang mulai menanjak, masker sangatlah diperlukan supaya tidak terganggu oleh debu ini, satu jam setengah dengan kondisi jalan agak datar dan memutari lereng bukit kami sampai di shelter 1, kami beristirahat cukup lama, Andi segera melaksanakan shalat maghrib sedangkan saya dan Bang Nomo hanya membicarakan kebakaran hutan yang kami lalui sepanjang jalan serta sepasang pendaki (mungkin kekasih) dari kota S yang cukup misterius hehehhe, soalnya pas pamitan di shelter ini si cowo bilang "mari mas duluan, mau angetin badan lagi..." disusul senyuman dari si cewe, nahhhh lho mksdnya apa ngngetin badan? pikiran kotor sedikit mengelitik pikiran saya dan itu menjadi topik obrolan nakal saya dan bang Nomo, canda kami berdua bertambah seru ketika melihat Andi yang masih bingung mencari arah kiblat padahal saya sudah memberikan kompas, setelah diberi pengarahan Andi pun bisa shalat dan waktu itu saya berharap Andi untuk menyelipkan sebaris do'a supaya kami semua diberikan keselamatan, setelah beres Andi shalat kami melanjutkan kembali perjalanan, kondisi jalan masih terasa datar bahkan setelah 30 menit berjalan dari shelter 1 kondisi jalan malah kebanyakan turun, satu jam kemudian kami sampai di pos Watu Rejeng di sini kami berbincang dengan pendaki yang hendak turun menanyakan keadaan di atas seperti apa, setelah dingin mulai terasa kembali kami melanjutkan perjalanan, rasa lelah mulai terasa ditambah dingin yang tidak bisa hilang walaupun saya sedang jalan kaki.
Suhu saat itu mungkin sekitar 5-7 derajat celcius, namun saya belum memakai jaket karena membayangkan ketika tengah malam nanti suhu akan semakain turun dan secara tidak langsung saya sedang melakukan proses aklimatisasi, 45menit kemudian saya dapat melihat Ranu Kumbolo, tampak terlihat samar-samar cahaya api unggun yang dinyalakan oleh para pendaki, sangat ingin rasanya untuk segera membuka tenda terus makan dan membaringkan badan, namun ternyata untuk sampai di titik sumber cahaya itu kami harus mengitari tepian danau Kumbolo ternyata jaraknya lumayan jauh dengan tenaga yang sedikit tersisa serta gigitan udara dingin Kumbolo saya memaksakan kaki saya untuk tetap melangkah sampai di sumber cahaya tersebut.
Pukul 20.58 WIB kami tiba di camp Pos Ranu Kumbolo, kami bertiga membangun tenda supaya bisa cepat istirahat dan makan malam, setelah tenda milik bang Nomo tegak berdiri satu per satu dari kami mulai masuk tanpa memperdulikan keramaian diluar Andi mulai memasak perbekalan yang kami bawa, sampai saat ini saya selalu bersyukur berteman dengan Andi, karena dia selalu "masakin" makan buat team hehehhe (thx bgt mas Andi), akhirnya kami makan malam dengan sangat lahap, terus kami tidur, saya sangat beruntung karena posisi saya diantara Andi dan bang Nomo, sehingga saya tidur yang paling lelap :D
SELASA, 06 SEPTEMBER 2011.
Suara riuh para pendaki mulai terdengar ramai, menandakan matahari mulai terbit namun hawa dingin tetap saja menyelimuti, ketika pintu tenda di buka bang Nomo tampak terlihat di sisi lain danau Kumbolo matahari bersinar, terhalangi kabut tipis yang berarak di atas permukaan danau sinar mentari mulai menghangatkan tubuh kami, Andi segera mempersiapkan alat masak untuk sarapan pagi kami. Saya memberanikan diri untuk keluar tenda melihat pemandangan yang sangat indah ini.
papan vandalisme @Ranu Pane |
Pukul 17.00 WIB kami berpamitan dengan rombongan dari jakarta yang bareng dari stasiun Malang , kami bertiga melanjutkan perjalanan untuk bermalam di Ranu Kumbolo walaupun kami sempat mendengar rumor bahwa tidak boleh melakukan pendakian lewat dari 17.00WIB tapi dengan diam-diam kami meninggalkan Ranu Pane, selepas dari Tugu arah Lumajang kami belok kanan, disambut dengan debu yang cukup tinggi dari permukaan kami memasuki hutan pinus dengan kondisi jalan yang mulai menanjak, masker sangatlah diperlukan supaya tidak terganggu oleh debu ini, satu jam setengah dengan kondisi jalan agak datar dan memutari lereng bukit kami sampai di shelter 1, kami beristirahat cukup lama, Andi segera melaksanakan shalat maghrib sedangkan saya dan Bang Nomo hanya membicarakan kebakaran hutan yang kami lalui sepanjang jalan serta sepasang pendaki (mungkin kekasih) dari kota S yang cukup misterius hehehhe, soalnya pas pamitan di shelter ini si cowo bilang "mari mas duluan, mau angetin badan lagi..." disusul senyuman dari si cewe, nahhhh lho mksdnya apa ngngetin badan? pikiran kotor sedikit mengelitik pikiran saya dan itu menjadi topik obrolan nakal saya dan bang Nomo, canda kami berdua bertambah seru ketika melihat Andi yang masih bingung mencari arah kiblat padahal saya sudah memberikan kompas, setelah diberi pengarahan Andi pun bisa shalat dan waktu itu saya berharap Andi untuk menyelipkan sebaris do'a supaya kami semua diberikan keselamatan, setelah beres Andi shalat kami melanjutkan kembali perjalanan, kondisi jalan masih terasa datar bahkan setelah 30 menit berjalan dari shelter 1 kondisi jalan malah kebanyakan turun, satu jam kemudian kami sampai di pos Watu Rejeng di sini kami berbincang dengan pendaki yang hendak turun menanyakan keadaan di atas seperti apa, setelah dingin mulai terasa kembali kami melanjutkan perjalanan, rasa lelah mulai terasa ditambah dingin yang tidak bisa hilang walaupun saya sedang jalan kaki.
Suhu saat itu mungkin sekitar 5-7 derajat celcius, namun saya belum memakai jaket karena membayangkan ketika tengah malam nanti suhu akan semakain turun dan secara tidak langsung saya sedang melakukan proses aklimatisasi, 45menit kemudian saya dapat melihat Ranu Kumbolo, tampak terlihat samar-samar cahaya api unggun yang dinyalakan oleh para pendaki, sangat ingin rasanya untuk segera membuka tenda terus makan dan membaringkan badan, namun ternyata untuk sampai di titik sumber cahaya itu kami harus mengitari tepian danau Kumbolo ternyata jaraknya lumayan jauh dengan tenaga yang sedikit tersisa serta gigitan udara dingin Kumbolo saya memaksakan kaki saya untuk tetap melangkah sampai di sumber cahaya tersebut.
Pukul 20.58 WIB kami tiba di camp Pos Ranu Kumbolo, kami bertiga membangun tenda supaya bisa cepat istirahat dan makan malam, setelah tenda milik bang Nomo tegak berdiri satu per satu dari kami mulai masuk tanpa memperdulikan keramaian diluar Andi mulai memasak perbekalan yang kami bawa, sampai saat ini saya selalu bersyukur berteman dengan Andi, karena dia selalu "masakin" makan buat team hehehhe (thx bgt mas Andi), akhirnya kami makan malam dengan sangat lahap, terus kami tidur, saya sangat beruntung karena posisi saya diantara Andi dan bang Nomo, sehingga saya tidur yang paling lelap :D
SELASA, 06 SEPTEMBER 2011.
Suara riuh para pendaki mulai terdengar ramai, menandakan matahari mulai terbit namun hawa dingin tetap saja menyelimuti, ketika pintu tenda di buka bang Nomo tampak terlihat di sisi lain danau Kumbolo matahari bersinar, terhalangi kabut tipis yang berarak di atas permukaan danau sinar mentari mulai menghangatkan tubuh kami, Andi segera mempersiapkan alat masak untuk sarapan pagi kami. Saya memberanikan diri untuk keluar tenda melihat pemandangan yang sangat indah ini.
sunrise kumbolo |
ANDI BEST CHIEF OTW |
Keadaan Ranu Kumbolo lumayan ramai ada beberapa orang yang memancing ikan sedangkan kebanyakan dari mereka sedang memasak, saya jalan-jalan untuk orientasi medan selanjutnya sambil menyapa beberapa pendaki, dan saya melihat sebuah tanjakan, tanjakan ini biasanya dinamai "tanjakan cinta" oleh para pendaki, konon mitosnya jika kita melewati tanjakan ini tanpa menengok kebelakang hingga puncak tanjakan, maka keinginan kita akan tercapai. selain tanjakan cinta saya juga melihat nisan-nisan in memoriam para petualang alam yang katanya meninggal di sini.